Just wanna tell about 5 years ago
Sore itu, seperti biasa aku bermain dengan tetanggaku, Kak Pras. Aku ingat, kita sedang bermain kelereng. Ketika itu masih sekitar pukul 13.30, aku masih asyik bermain bersama Kak Pras. Sampai pukul 14.00, Ibu mendapat telepon dari perusahaan tempat Bapakku bekerja. Tanpa memberi alasan, tiba-tiba Ibu langsung mengajakku untuk pergi, dan aku tak tahu akan diajak kemana. Ibu mencari tukang ojek, setelah dapat kita langsung pergi.
Dan, ternyata Ibu mengajakku ke Puskesmas. Kita langsung masuk ke ruang UGD. Apa yang aku lihat? Bapakku terbaring tak sadarkan diri, beliau diinfus dan diberi oksigen. Ya Allah badanku langsung lemas semua, aku tak bisa berbuat apa-apa. Seakan tak percaya dengan apa yang aku lihat. "Bapakku itu sehat, kemarin dia masih sempat mengajakku ke rumah Pakde, dia masih membelikanku buah dan kita makan bersama." kataku dalam hati.
Apa yang saat itu aku lakukan, menagis, menangis, menangis dan menangis. "Bapak, apa yang terjadi denganmu? Mengapa kau berbaring disitu, sadarlah Bapak sadarlah..". Aku melihat Ibu menangis, kita semua panik. Ibu memegang tangan Bapak, sambil mencium beliau. Aku tak berani mendekatinya, Aku tak berani.
Kemudian, Ibu menyuruhku untuk menelpon Paklek (adik Bapakku). Aku mengabari mereka bahwa Bapakku ada dirumah sakit. Bapak tukang ojek yang mengantarkan aku dan ibu pun turut memberitahu orang yang ada dirumah.
Puskesmas yang sedang merawat Bapakku tidak sanggup lagi untuk merawat beliau. Mereka mengatakan bahwa Bapakku harus dibawa kerumah sakit sebelum terlambat. Sayangnya waktu itu Ambulance milik Puskesmas sedang digunakan. Akhirnya kita berangkat menuju rumah sakit dengan mobil milik Bos Bapakku.
Sepanjang perjalanan aku termenung, menangis, dan rasanya ingin
berteriak. Kulihat Bapakku dipangkuan teman kerja beliau. Aku terus menangis,
tapi Ibu menguatkanku. “Tidak usah menangis, Bapak tidak apa-apa kok,” kata Ibu
menenangkanku. Aku terus memandangi wajah Bapak.
Sesampainya di Rumah Sakit, Bapak langsung dibawa keruang UGD. Di
RS Bapak langsung diberi oksigen kembali. Aku tak ingin keluar dari ruangan
itu, tapi suster bilang cukup satu orang saja didalam, dan aku menunggu diluar
bersama teman kerja Bapak. Mereka menenangkanku, dan berkata tidak apa-apa.
Keluargaku pun tiba. Simbah menyuruhku untuk berganti pakaian. Aku
menuruti saja apa yang diminta Simbah. Kakekku langsung masuk kedalam ruangan, tak
lama, hanya sebentar setelah itu beliau keluar lagi. Setelah beliau keluar Ibu
menyuruh suster untuk memanggil Kakekku kembali, tapi apa? Aku yang masuk. Dan
ketika itu aku terkejut. Ada darah dilantai, dan itu darah yang yang
dikeluarkan Bapak sewaktu suster memberi selang. Suster memberitahu bahwa
pembulu darah Bapak telah pecah, dan sulit untuk di sembuhkan. Aku melihat ibu
terus menangis. Aku pun menangis. Apa yang dikatakan dokter? “Maaf Ibu, kami
tidak bisa membantu lebih,”
Ibu terus membisiki Bapak dengan kalimat Allah, akupun juga begitu.
Kuucap didekat telinganya “Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar..” aku
terus berucap. Begitupun dengan Ibu. Aku melihat wajah Bapak, seakan beliau
mendengarkan apa yang kami ucpakan. Beliau meneteskan air mata, dan kami hanya
bisa pasrah dan membantu Bapak yang sedang sakaratul maut.
Pukul 18.45, akhirnya Bapak menghembuskan nafas terakhir. Innalillahi
wainnailaihi raaji’uun… ;(
Sabtu, 09 Februari 2008 . Sabtu yang kelam, sabtu yang sedih, sabtu
yang memilukan ..